Senin, 02 November 2015

Kasus- Kasus dalam Hubungan Etika dan Budaya



Nama  : Putri Fenia Mandalika
Kelas  : 4EA25
Npm   : 15212764
Kel     : 4

Manusia Sebagai Mahkhluk Budaya, Etika, dan Estetika

1.1. Hakikat Manusia sebagai Makhluk Budaya

A.    Pengertian
Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Secara filsafat pengertian manusia sendiri masih banyak diperdebatkan oleh para pemikir. Untuk menjelaskan tentang hakikat manusia ada berbagai aliran yang berpendapat . Belakangan ini para pemikir seperti Buber, Marcel, Lavines dan Mounier menegaskan bahwa setiap manusia memiliki suatu kepribadian dengan kompleksitas nilai yang unik[1][1]. Namun pada hakikatnya aliran - aliran tersebut yang belum memiliki tujuan yang jelas tersebut memanglah saling melengkapi.
Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

B.     Hubungan manusia dan kebudayaan
Dipandang dari sudut antropologi, manusia dapat ditinjau dari 2 segi. Yaitu :
Manusia sebagai makhluk biologis
Manusia sebagai makhluk sosio-budaya
Sebagai mahluk biologi, manusia di pelajari dalam ilmu biologi atau anatomi; dan sebagai mahluk sosio-budaya manusia dipelajari dalam antropologi budaya. Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara hidup manusia, bagaimana manusia dan akal budinya dan struktur fisiknya dalam mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya juga memahami dan melukiskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia.
Akhirnya terdapat konsepsi tentang kebudayaan manusia yang menganalisa masalah-masalah hidup sosial-kebudayaan manusia. Konsepsi tersebut ternyata memberi gambaran kepada kita bahwasanya hanya manusialah yang mampu berkebudayaan. Sedang pada hewan tidak memiliki kemampuan tersebut. Mengapa hanya manusia saja yang memiliki kebudayaan? Hal ini dikarenakan manusia dapat belajar dan dapat memahami bahasa, yang semuanya itu bersumber pada akal manusia.
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, karena manusia tidak lain adalah merupakan bagian dari hasil kebudayaan itu sendiri. Hampir semua tindakan manusia merupakan produk kebudayaan. Kecuali kegiatan yang bersifat naluriah. Tindakan tersebut seperti cara belajar yang bervariasi karena kebudayaan tidak bersifat statis dan kaku tetapi senantiasa berubah. Seseorang dikatakan berbudaya pada hakikatnya ketika ia telah menjaga nilai-nilai luhur dari tatanan masyarakat sebelumnya, dan tetap terbuka terhadap kemungkinan masuknya kebudayaan baru.
Kebudayaan adalah  nilai-nilai dasar dari segenap wujud kebudayaan atau hasil kebudayaan. Nilai-nilai budaya dan segenap hasilnya muncul dari tata cara hidup yang merupakan kegiatan manusia atas nilai-nilai budaya yang dikandungnya. Nilai budaya hanya bisa diketahui melalui budi dan jiwa sementara tata cara hidup manusia dapat diketahui oleh panca indra[2][2]. Dari ide kebudayaan dan tata cara hidup manusia kemudian terwujud produk kebudayaan sebagai sarana untuk memudahkan atau sebagai alat dalam berkehidupan.
Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.

1.2. Apresiasi Kemanusiaan dan Kebudayaan
1)      Perwujudan Kebudayaan
Kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang di ciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata
Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu :
1.     Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan lain (culture system).Wujud tersebut menunjukan ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak tak dapat di raba, di pegang, ataupun di foto, dan tempatnya ada di dalam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
2.     Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (social system).Wujud tersebut di namakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa di observasi, di foto dan di dokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi.
3.     Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini di sebut pula kebudayaan fisik (artifact). Di mana wujud ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat.
Perwujudan ini  tampak sejalan dengan James P. Spradley yang menyatakan “ Kebudayaan  adalah pengetahuan yang diperoleh yang digunakan penduduk untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirksn tingkah laku social … kita katakana semus itu sebagai kebudayaan pengetahuan, kebudayaan tingkah laku, dan kebudayaan kebendaan[3][3].
Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.
c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
2)      Substansi Utama Budaya
a. Sistem Pengetahuan
Para ahli menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan tentang: Alam sekitar, Alam flora dan fauna, Zat-zat manusia, Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia, Ruang dan waktu.
Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.
b. Nilai
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama).
c. Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Karena manusia diciptakan untuk menjadi khalifah, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Baqarah: 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:   “Sesungguhnya        Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.


1.3. Etika dan Estetika Budaya
Hal yang terpenting untuk membangun pemahaman suatu ilmu secara utuh bisa dilakukan dengan mencari asal-usul, alasan, dan segala hal terkait dengan perkembangan ilmu tersebut. Begitu juga dengan istilah-istilah yang muncul berkaitan dengan definisi suatu cabang keilmuan tertentu yang harus ada kesimpulan yang membawa alasan mengapa istilah itu dimunculkan. Dengan mengetahui perkembangan istilah tersebut setiap orang mampu memahami hal yang dimaksudkan istilah tersebut secara menyeluruh, bukan hanya mengartikannya secara sembarang atau berpendapat menggunakan istilah tersebut semaunya sendiri. Meskipun istilah tersebut mengalami perubahan makna harus diterangkan bagaimana proses perubahan istilah tersebut terjadi dikaitkan dengan berbagai aspek, salah satunya aspek penggunaannya. Dalam memahami Urgensi Pemahaman etika dan estetika budaya, kita harus memahami perkembangan dari dua istilah etika dan estetika.
Etika berasal dari kata Yunani, yaitu Ethos, secara etimologis etika adalah ajaran tentang baik buruk. Etika sama artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin) yang berbicara tentang peredikat nilai susila,atau tidak susila,baik dan buruk.
Bertens menyebutkan ada tiga jenis makna etika yaitu:
1. Etika dalam nilai-nilai atau norma untuk pegangan seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
2. Etika dalam kumpulan asas atau moral (dalam arti lain kode etik)
3. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk artinya daalam filsafat moral.
Estetika dapat diartikan lain sebagai teori tentang keindahan yang dapat diartikan beberapa hal yaitu:
1. Secaara luas yaitu mengandung ide yang baik yang meliputi watak indah,hukum yang indah,ilmu yang indah,dan lain sebagainya.
2. Secara sempit yaitu indahn yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan (bentuk dan warna)
3. Secara estetik murni yaitu menyangkut pengalaman yang berhubungan dengan penglihatan,pendengaran dan etika
Etika (kesusilaaan) lahir karena kesadaraan akan adannya naluri-solidaritas sejenis pada makhluk hidup untuk melestarikan kehidupannya, kemudian pada manusia etika ini menjadi kesadaran sosial ,memberi rasa tanggungjawab dan bila terpenuhi akan menjelma menjadi rasa bahagia[4][4].
Pada manusia yang bermasyarakat etika ini berfungsi untuk mempertahankan kehidupan kelompok dan individu. Pada awalnya Etika dikenal pada sekelompok manusia yang sudah memiliki peradaban lebih tinggi. Terdapat proses indrawi yang diperoleh secara visual dan akustik (instrumental) .
Etika pada pada perkembangannya terbagi atas usaha untuk melakukan perbuatan baik dan usaha untuk keindahan sehingga menimbulkan rasa senang terhadap suatu kebaikan. Sedangkan Estetika sendiri merupakan pemisahan dari  pengertian  Etika yang mengkhususkan pada usaha untuk keindahan saja.
“Pengetahuan tentang ukuran dan properti merupakan syarat utama keindahan”Plato. Ini adalah paham yang dianut oleh masyarakat Yunani pada umumnya tentang alam semesta,mereka terkesan oleh keindahan alam dan pengalaman bahwa segala peristiwa alam semesta ternyata mengandung suatu tata aturan tertentu. Bangsa yunani telah mengabadikan makhluk ciptaan Tuhan dalam bentuk patung, seperti patung kuda,patung tubuh manusia dalam keseniannya sejak sebelum masehi dan keindahan tubuh manusia sendiri ditemukan  kembali pada massa Renaissance oleh para seniman dan diabadikan pula dalam karya-karyanya.Dasar ini bisa dijadikan dasar bahwa tujuan utama dari sebuah keindahan adalah kesadaran akan keteraturan alam semesta ini.Plato sendiri menghendaki manusia sepantasnya mengikuti ukuran  harmonis sesuai dengan yang ada pada alam semesta.
Ciri-ciri Keindahan dalam masa abad pertengahan
a)     Sesuai dengan norma
b)     Dilaksanakan sesempurna mungkin
c)     Bersifat simbolis
Ciri-ciri keindahan masa Renaisance
a)      Melepaskan perwujudan norma-norma perwujudan yang ditentukan oleh raja, bangsawan yang berkuasa dan oleh rasa.
b)      Kesenian masih bertema realitas, tetapi seniman mengikuti selera sendiri dalam mengejar keindahan.
c)      Akhir masa renaisance timbul kesenian profan (tidak ada hubungannya dengan keagamaan) dan sekuler (pemisahan berhubungan dengan keagamaan)
d)      Bersifat neoaristotelisme (menggambar sesuai sesuai dengan kenyataan dunia)
“nikmat indah adalah peristiwa alam biasa dan memberi peranan lebih banyak kepada intelek manusia untuk menikmati keindahan”Aristoteles
Perkembangan sudut pandang dan sikap manusia terhadap keindahan pada jaman modern inilah yang sekarang melanda budaya  bangsa indonesia. Hal-hal apapun yang berkaitan dengan keindahan atau estetika selalu dikaitkan dengan kebebasan berekspresi dan hak setiap individu. Dari kasus rok mini sebagai indikasi bahwa reformasi sekalipun tidak mampu menahan perubahan sosial, padahal anggota DPR seharusnya menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai luhur bangsa yang tertuang dalam nilai-nilai pancasila.
“Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan diwujudkan sebagai aturan tuntutan sikap dan dan tingkah laku bangsa dan akan memberikan landasan,semangat,jiwa secara khas yang merupakan ciri pada elemen-elemen sosial budaya bangsa indonesia.”
Prinsip – prinsip pengembangan kebudayaan Indonesia sebagaimana telah dilakukan oleh generasi sebelumnya yang mengandung etika dan estetika penting untuk mem[ertimbangkan hal-hal berikut ;
a. jujur
b. Tanggung jawab
c. Menepati janji
d. toleransi
e. Berpedoman pada kebudayaan Indonesia
f. Tanamkan minat sejak dini pada kebudayaan daerah Indonesia.

Problematika Kebudayaan
Problem kebudayaan dewasa ini antara lain adalah terjadinya penafsiran budaya yang cenderung keliru. Hal tersebut akibat miskomunikasi budaya antar generasi yang terus menerus terjadi. Padahal, sebagai system gagasan yang terdiri dari norma, nilai-nilai dan aturan, kebudayaan harus dilihat dalam tiga aspek sekaligus yaitu proses pembelajaran, konteks, dan pelaku pendukung kebudayaan. Ketiga aspek ini dapat menentukan seberapa besar dan kuat peran kebudayaan dalam membangun kehidupan yang lebih baik.
Beberapa problematika kebudayaan, antara lain:
1.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Keterkaitan orang jawa terhadap tanah yang mereka temapti secara  turun temurun diyakini sebagai pemberi berkah kehidupan. Mereka enggan meninggalkan kampung halamanya atau beralih ola hidup sebagai petani. Padahal hidup ereka umumnya miskin.
2.  Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang. hambatan budaya yang berkaitan dengan persepsi atau sudut pandang ini daat terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan. Contohnya, program Keluarga Berencana atau KB semula ditolak masyarakat, mereka beranggapan bahwa anak anak banyak rezeki.
3. Hambatan budaya berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan.
Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk bahwa di tempat yang baru hidup mereka akan lebih sengsara dibandingkan dengan hidup mereka di tempat yang lama.
4.  Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luar, karena pengetahuannya serba terbatas, seolah-olah tertutp untuk menerima program-program pembangunan.
5.  Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat menagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.
6.  Sikap etnosentrisme.
Sikap etnosentrisme adalah sikap mengagungkan budaya suku bangsanya sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap semacam ini akan mudah memicu timbulnya kasus-kasus sara, yakni pertentangan suku, agama, ras, dan antar golongan. Sikap ini dapat menimbulkan kecenderungan perpecahan dengan sikapa kelakuan yang lebih tinggi terhadap budaya lain.
7. Perkembangan IPTEK sebgai hasil dari kebudayaan, sering kali disalhagunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan bom dibuat justru untuk menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu generasi, obat-obatan diciptakan untuk kesehatan tetapi pengunaannya banyak disalhgunkan yang justru mengganggu kesehatan manusia.

CONTOH KASUS PELANGGARAN KODE ETIK

 Seperti yang kita ketahui, semakin hari kasus penyuapan semakin bertambah. Maraknya kasus penyuapan membuat para pihak yang berwenang untuk memberantasnya merasa kesulitan. Di Indonesia kasus penyuapan terjadi dimana-mana dan diberbagai kalangan. Salah satu yang akan dibahas adalah kasus penyuapan di Sulawesi Utara pada tahun 2007. Kasus penyuapan yang dilakukan oleh Walikota Tomohon terhadap dua orang auditor BPK Sulawesi Utara. Auditor terbukti telah melanggar beberapa nilai etika. Munzir dan Bahar terbukti bersalah karena telah menerima uang suap dari Walikota Tomohon sebesar Rp 600.000.000 dalam memproses audit Laporan Keuangan Pemda Kota Tomohon. Para auditor BPK tersebut telah melanggar kode etik, diantaranya:
  • Integritas
    Setiap auditor semestinya harus tegas, jujur, dan dapat dipercaya dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya. Nyatanya dalam kasus tersebut, para auditor BPK mendapatkan uang dari walikota dengan maksud mengubah laporan keuangan wilayahnya menjadi wajar dengan pengecualian.
  • Objektivitas
    Setiap auditor semestinya tidak boleh membiarkan penilaian profesionalnya dipengaruhi hal subjektivitas atau kepentingan pribadi.
  • Perilaku Profesional
    Karena para auditor tersebut telah menerima uang suap ari walikota wilayah yang bersangkutan, maka auditor BPK tersebut terbukti telah melanggar hukum dan telah melanggar etika profesi mereka.


SUMBER  :










Tidak ada komentar:

Posting Komentar